Kamis, 20 Mei 2010

Ledakan di Matahari

Matahari Yang Meledak
Melongok Peningkatan Aktivitas Matahari GEOGRAFI
SMA YPPI – II
SURABAYA
Peningkatan aktivitas Matahari kali ini dikhawatirkan bisa mengganggu peradaban di Bumi, terutama dalam pengendalian satelit, komunikasi dan sistem tenaga.


Gambar kanan : potret coronagraph dari satelit SOHO yang dibuat pada tanggal 6 Juni 2000, perhatikan ledakan-ledakan yang terpancarkan dari permukaan Matahari (Sumber : SOHO)
Matahari yang menjadi pusat tata surya kita ternyata bukanlah obyek yang diam begitu saja. Baru-baru ini sebuah tim astronom yang bersenjatakan satelit milik NASA mengemukakan penemuannya bahwa Matahari kita itu ternyata begitu dinamis, bahkan akhir-akhir ini ia nampak 'meledak-ledak'

Para ilmuwan tersebut menggunakan dua macam instrumen. Untuk menganalisis gelombang radio yang dipancarkan Matahari mereka menggunakan wahana antariksa Wind, sementara untuk menghasilkan potret-potret yang menggambarkan dinamika Matahari digunakan satelit SOHO (Solar and Heliospheric Observatory) yang dilengkapi dengan coronagraph. Wind dikendalikan oleh NASA, sementara SOHO merupakan proyek kerjasama antara NASA dengan badan antariksa Eropa (ESA).
Periodik
Ledakan-ledakan yang berasal dari korona - lapisan selubung terluar Matahari - itu merupakan bagian dari aktivitas Matahari yang dinamik. Sudah sejak abad ke-19 manusia mengamati bahwa aktivitas Matahari senantiasa mencapai puncaknya setiap 11 tahun. Ledakan-ledakan ini - yang diistilahkan dengan coronal mass ejection (CME) - merupakan satu rangkaian aktivitas Matahari yang diikuti dengan pancaran gelombang radio yang cukup pekat dan disertai dengan menurunnya kuantitas bintik-bintik Matahari di lapisan forosfer. Puncak aktivitas terakhir terjadi di tahun 1991 lalu, sehingga diramalkan di tahun 2002 mendatang kembali terjadi puncak aktivitas. Mengapa Matahari memiliki periode aktivitas 11 tahun, sampai sekarang belum dapat ditemukan jawabannya. Namun diduga terdapat kaitan dengan kondisi magnetik Matahari.
Dalam kondisi normal, Matahari pun memiliki aktivitas yang ditandai dengan petumbuhan bintik-bintik Matahari, flare - bagian yang cemerlang di antara bintik-bintik Matahari - dan lidah api Matahari. Lidah api Matahari merupakan aliran proton dalam jumlah yang sangat besar, yang nampak seperti api berkobar-kobar yang menyembur dari fotosfer Matahari menembus lapisan kromosfer dan korona. Semburan lidah api tersebut menghasilkan guyuran proton dan elektron yang memiliki kecepatan ratusan hingga 2000 km / detik. Partikel-partikel ini - dikenal sebagai angin Matahari - akan sampai di Bumi dalam 13 hingga 26 jam. Namun, radiasi yang turut serta dalam proses tersebut akan tiba di Bumi hanya dalam waktu 8 menit sebagai gelombang radio.
Bumi kita memiliki mekanisme medan magnetik yang unik, dimana pada lapisan teratas atmosfer medan magnet ini membentuk lapisan magnetosfer dengan sabuk radiasi van Allen yang berbentuk donat, memancar dari kedua buah kutub magnetik Bumi dan menggembung di khatulistiwanya. Bentuk lapisan magnetosfer tidaklah sama dengan sabuk van Allen, karena senantiasa tertiup angin Matahari maka magnetosfer memiliki bentuk seperti titik air, dengan bagian yang tumpul menghadap ke Matahari. Sementara bagian ekornya memanjang menjauhi Matahari. Baru-baru ini, untuk pertama kalinya para ilmuwan NASA dengan bersenjatakan satelit IMAGE (Imager for Atmosphere to Aurora Global Exploration) berhasil merekam keberadaan ekor magnetosfer yang sangat tersembunyi ini.
Gambar kiri : potret bagian ekor magnetosfer Matahari yang selalu menjauhi Matahari - mirip ekor komet. Potret ini dibuat oleh instrumen EUV (Extreme Ultra Violet imager) pada satelit IMAGE dalam spektrum cahaya ultraviolet. Pusat gambar merupakan kutub utara Bumi, sementara lingkaran cahaya biru terang yang tersembunyi didekatnya merupakan aurorora borealis (cahaya kutub utara). Bagian yang memanjang ke atas memperlihatkan arah ekor magnetosfer. Posisi Matahari pada arah bagian bawah potret ini (Sumber : IMAGE press release).
Angin Matahari yang sampai di Bumi akan terjebak dalam lingkungan magnetosfer. Partikel-partikel bermuatan akan dibelokkan menuju ke arah kutub-kutub magnetik Bumi. Dalam perjalanannya, mereka menabrak atom-atom Oksigen dan Nitrogen di lapisan atmosfer teratas hingga kedua atom tersebut tereksitasi dan sebagai eksenya muncullah pancaran cahaya yang berwarna-warni dalam bentuk aurora (cahaya kutub). Aurora dapat digunakan sebagai indikasi untuk menilai aktivitas permukaan Matahari.
Merusak
Sejumlah ilmuwan mengkhawatirkan ekses dari badai Matahari kali ini. Peningkatan kuantitas angin Matahari dapat mengganggu komunikasi radio dan kerja radar. Bahkan aliran partikel-partikel bermuatan ini diduga dapat juga menghambat kerja satelit, meskipun satelit tersebut cukup jauh dari Bumi sekalipun. Sebuah peristiwa menarik terjadi di tahun lalu, saat terjadi peningkatan aktivitas temporal Matahari. Wahana antariksa Stardust yang berada cukup jauh dari Bumi terekspos partikel bermuatan dalam jumlah yang cukup banyak dari biasanya, sehingga mengganggu sistem komputer yang dipasang didalamnya. Akibatnya, satelit tersebut terpaksa berada dalam kondisi safe mode selama tiga hari, sebelum akhirnya sistem komputernya mengalami restart kembali. Potensi bahaya yang lebih besar terletak pada satelit-satelit yang dekat dengan Bumi. Badai Matahari memberikan kontribusi pemanasan lapisan teratas atmosfer, sehingga lebih mengembang. Dikhawatirkan pengembangan ini akan melampaui orbit satelit-satelit rendah sehingga mereka bergesean dengan atmosfer dan sebagai konsekuensinya, satelit-satelit ini akan melambat dan jatuh terbakar ke Bumi.
Gambar kanan : potret dramatik aurora borealis pada 24 Maret 2001 yang diambil oleh John Curtis (copyright 2001, all rights reserved) di dekat Fairbanks, Alaska. Aurora yang luar biasa ini memperlihatkan apa yang erjadi dengan Bumi ketika badai Matahari sebagai efek dari CME menghantam lapisan magnetosfer (Sumber : SpaceWeather).
Pada daerah lain, badai Matahari menimbulkan distabilitas di lingkungan ionosfer, sehingga berpotensi mengganggu komunikasi radio. Badai partikel bermuatan ini dikhawatirkan juga mampu menembus selimut magnetosfer dan menghantam sistem pembangkit daya sehingga berpotensi pula menimbulkan gangguan aliran listrik di seluruh dunia.
MATAHARI YANG MELEDAK


Baru-baru ini sebuah tim astronom dengan senjata, satelit milik NASA, bahwa matahari akhir-akhir ini meledak-ledak. Para ilmuwan menggunakan gelombang radio yang dipancarkan oleh matahari dengan menggunakan wahana antariksa Wind. Untuk menghasilkan potret-potret yang menggambarkan dinamika matahari mengunakan satelit SOHO yang dilengkapi dengan conograph yang dikendalikan oleh NASA.

Ledakan-ledakan yang berasal dari korona- lapisan selubung terluar matahari merupakan dari aktivitas matahari, aktivitas itu sudah berada sejak abad ke 19, manusia mengamati matahar puncak aktivitas matahari 11 tahun sekali. Ledakan tersebut diikuti dengan satu rangkaian matahari yang diikuti pancaran gelombang radio yang cukup kuat dan disertai dengan menurunnya kuantitas bintik-bintik Matahari di lapisan forosfer.
Semburan lidah api tersebut menghasilkan guyuran proton dan elektron yang memiliki kecepatan ratusan hingga 2000 km / detik. Partikel-partikel ini - dikenal sebagai angin Matahari - akan sampai di Bumi dalam 13 hingga 26 jam. Namun, radiasi yang turut serta dalam proses tersebut akan tiba di Bumi hanya dalam waktu 8 menit sebagai gelombang radio.
Bumi kita memiliki mekanisme medan magnetik yang unik, dimana pada lapisan teratas atmosfer medan magnet ini membentuk lapisan magnetosfer dengan sabuk radiasi van Allen yang berbentuk donat, memancar dari kedua buah kutub magnetik Bumi dan menggembung di khatulistiwanya. Bentuk lapisan magnetosfer tidaklah sama dengan sabuk van Allen, karena senantiasa tertiup angin Matahari maka magnetosfer memiliki bentuk seperti titik air, dengan bagian yang tumpul menghadap ke Matahari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar